Sebaik-baik manusia adalah manusia
yang memberi manfaat terhadap manusia lain. Bisa saja dengan cara membantu manusia yang tengah dilanda susah, atau mewariskan ilmu bermanfaat tanpa
mengedepankan uang. Seperti menjadi guru mengaji dan mengajarkan ilmu agama.
Tidak saja di
MDA, saban harinya Pak Asril juga menjadi imam tetap di mushalla
Raudatul Jannah Sawahkandang, Jorong Batu Palano, Nagari Salayo yang sekaligus
memberikan ilmu irama (seni membaca qur'an) pada generasi muda. Begitulah
rutinitas yang dijalani Pak Asril setiap hari sampai sekarang."Kalau
dilakukan dengan ikhlas dan niat hanya karena Allah, kita akan dilapangkan dan
dijauhkan dari rasa lelah," kata Pak Asril dikediamanannya suata
waktu di tahun 2017 lalu.
Asril menceritakan, sebelum
mengajar MDA di Salayo, dia sendiri sudah mengajar mengaji di rumah orangtuanya
di Mataair Sawah Kandang, Jorong Batupalano tahun 1987 silam. Kala itu, Asril masih
berstatus siswa SMA atau Pendidikan Guru Agama (PGA) Kota Solok.
"Tamat Sekolah Tahun 1989, saya
pergi merantau, lantas pulang kampung lagi Tahun 1992," katanya.
Sepulang dari rantau, Asril tidak
berdiam diri, dia langsung mengaktifkan TPQ di mushalla kediaman orangtuanya.
Tak sampai setahun, TPQ ini juga disenangi murid-murid. Bahkan, murid
mengajinya mencapai 100 orang lebih. "Yang saya ajarkan cuma ilmu tajwid
dan sedikit-sedikit irama. Sebab, hanya itu yang saya bisa," kata Asril.
![]() |
Pak Asril juga aktif melatih qasidah rebana hingga hari ini |
Melihat geliat
dan perkembangan Asril sebagai guru TPQ, pengurus Masjid Raya Selayo
tertarik mengajaknya bergabung untuk menjadi salah seorang guru di MDA Selayo. Tak
tanggung-tanggung, saking tertariknya, pengurus itu mendatangi kediaman Asril yang
berjarak sekitar 3 Km dari Masjid Raya Selayo.
Lantas, Asril menerima
tawaran tersebut namun tetap menghidupkan TPQ di Mushalla Al Muthathahirin di
Mataiar, Sawahkandang. "Kadang saya geser mengaji malam untuk murid di
Mushalla Mataiar," katanya.
Mulailah aktifitas baru Asril sebagai
pengajar di MDA Salayo. Dia mengajar mulai pukul 16.00 Wib hingga pukul 17.30
Wib. Saban hari Asril mengayuh sepeda bututnya selama puluhan tahun
berulang selama 3 Km dari kediamannya menuju Masjid Salayo. "Sampai ada
ojekpun saya tetap dengan sepeda. Sebab, saat itu hanya sepeda yang saya
punya," kata suami Marsulena itu.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya, selain mengajar MDA, anak ke-5 dari 6 bersaudara ini juga bertani
sawah. Menjadi guru honorer SD hingga menjadi staf BP-4 Nagari Salayo.
"Sewaktu Tahun 93 itu, gaji saya di MDA hanya Rp90 ribu," katanya.
Namun, semua itu tidak jadi
penghalang dan penghambat Asril untuk terus memberikan ilmu pada
generasi muda. Termasuk kepiawaiannya bermain biola untuk melatih Qasidah.
"Selain mengaji, saya juga kerap melatih qasidah, terutama untuk
perlombaan," kata ayah 3 orang anak itu.
Puluhan tahun lamanya mengabdi di
surau-surau tanpa pamrih, nasib berkata lain. Pengabdian Asril berbuah
manis Tahun 2010, setelah masuk kategori honorer sebagai pelaku penyuluh agama
aktif yang sudah bertahun-tahun mengabdi dibidang keagamaan di kawasan Nagari
Salayo.
Lulus menjadi Pegawai tak lantas
membuat Asril lansung berubah. Setidaknya, setelah 3 tahun berstatus
pegawai, barulah Asril membeli 1 unit sepeda motor, itupun motor
seken. "Kerja saya juga sudah jauh, ke Kotobaru, makanya perlu motor.
Kalau dengan sepeda terlalu capek," katanya.
Kendati demikian, sampai hari
ini, Asril dulu tidak berubah. Tetap menjadi guru yang jarang
terlambat di MDA Salayo, menjadi imam rutin di Mushalla. Serta menjadi contoh
baik untuk anak-anaknya. "Saya ingin sampai akhir hayat mengajar mengaji.
Itu yang bisa saya berikan untuk generasi," tutur Asril. (Riki Chandra/muridnya Pak Asril)
Catatan: tulisan ini pernah terbit di
Padang Ekspres pada Januari 2017
0 Komentar
Silahkan komentari dengan santun..