Sebaik-baik manusia adalah manusia yang memberi manfaat terhadap manusia lain. Bisa saja dengan cara membantu manusia yang tengah dilanda susah, atau mewariskan ilmu bermanfaat tanpa mengedepankan uang. Seperti menjadi guru mengaji dan mengajarkan ilmu agama.
Pak Asril bersama istri dan ketiga anaknya. Anak sulungnya Muslim (paling kiri) yang akan di wisuda pertengahan Oktober 2018. Selain aktif diberbagai organisasi kepemudaan, Muslim juga  tengah giat berlatih menjadi penulis.
Setidaknya, begitulah sosok ustadz Asril, 48, seorang guru mengaji di MDA Masjid Raya Selayo, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar). Pak Asril sudah mengajar sejak tahun 1993 atau sudah  23 tahun lamanya mengabdikan diri menjadi guru dari ratusan murid mengaji.

Tidak saja di MDA, saban harinya Pak Asril juga menjadi imam tetap di mushalla Raudatul Jannah Sawahkandang, Jorong Batu Palano, Nagari Salayo yang sekaligus memberikan ilmu irama (seni membaca qur'an) pada generasi muda. Begitulah rutinitas yang dijalani Pak Asril setiap hari sampai sekarang."Kalau dilakukan dengan ikhlas dan niat hanya karena Allah, kita akan dilapangkan dan dijauhkan dari rasa lelah," kata Pak Asril dikediamanannya suata waktu di tahun 2017 lalu.

Asril menceritakan, sebelum mengajar MDA di Salayo, dia sendiri sudah mengajar mengaji di rumah orangtuanya di Mataair Sawah Kandang, Jorong Batupalano tahun 1987 silam. Kala itu, Asril masih berstatus siswa SMA atau Pendidikan Guru Agama (PGA) Kota Solok.

"Tamat Sekolah Tahun 1989, saya pergi merantau, lantas pulang kampung lagi Tahun 1992," katanya.

Pak Asril juga aktif melatih qasidah rebana hingga hari ini
Sepulang dari rantau, Asril tidak berdiam diri, dia langsung mengaktifkan TPQ di mushalla kediaman orangtuanya. Tak sampai setahun, TPQ ini juga disenangi murid-murid. Bahkan, murid mengajinya mencapai 100 orang lebih. "Yang saya ajarkan cuma ilmu tajwid dan sedikit-sedikit irama. Sebab, hanya itu yang saya bisa," kata Asril.

Melihat geliat dan perkembangan Asril sebagai guru TPQ, pengurus Masjid Raya Selayo tertarik mengajaknya bergabung untuk menjadi salah seorang guru di MDA Selayo. Tak tanggung-tanggung, saking tertariknya, pengurus itu mendatangi kediaman Asril yang berjarak sekitar 3 Km dari Masjid Raya Selayo.

Lantas, Asril menerima tawaran tersebut namun tetap menghidupkan TPQ di Mushalla Al Muthathahirin di Mataiar, Sawahkandang. "Kadang saya geser mengaji malam untuk murid di Mushalla Mataiar," katanya.

Mulailah aktifitas baru Asril sebagai pengajar di MDA Salayo. Dia mengajar mulai pukul 16.00 Wib hingga pukul 17.30 Wib. Saban hari Asril mengayuh sepeda bututnya selama puluhan tahun berulang selama 3 Km dari kediamannya menuju Masjid Salayo. "Sampai ada ojekpun saya tetap dengan sepeda. Sebab, saat itu hanya sepeda yang saya punya," kata suami Marsulena itu.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, selain mengajar MDA, anak ke-5 dari 6 bersaudara ini juga bertani sawah. Menjadi guru honorer SD hingga menjadi staf BP-4 Nagari Salayo. "Sewaktu Tahun 93 itu, gaji saya di MDA hanya Rp90 ribu," katanya.

Namun, semua itu tidak jadi penghalang dan penghambat Asril untuk terus memberikan ilmu pada generasi muda. Termasuk kepiawaiannya bermain biola untuk melatih Qasidah. "Selain mengaji, saya juga kerap melatih qasidah, terutama untuk perlombaan," kata ayah 3 orang anak itu.

Puluhan tahun lamanya mengabdi di surau-surau tanpa pamrih, nasib berkata lain. Pengabdian Asril berbuah manis Tahun 2010, setelah masuk kategori honorer sebagai pelaku penyuluh agama aktif yang sudah bertahun-tahun mengabdi dibidang keagamaan di kawasan Nagari Salayo.

Lulus menjadi Pegawai tak lantas membuat Asril lansung berubah. Setidaknya, setelah 3 tahun berstatus pegawai, barulah Asril membeli 1 unit sepeda motor, itupun motor seken. "Kerja saya juga sudah jauh, ke Kotobaru, makanya perlu motor. Kalau dengan sepeda terlalu capek," katanya.

Kendati demikian, sampai hari ini, Asril dulu tidak berubah. Tetap menjadi guru yang jarang terlambat di MDA Salayo, menjadi imam rutin di Mushalla. Serta menjadi contoh baik untuk anak-anaknya. "Saya ingin sampai akhir hayat mengajar mengaji. Itu yang bisa saya berikan untuk generasi," tutur Asril. (Riki Chandra/muridnya Pak Asril)

Catatan: tulisan ini pernah terbit di Padang Ekspres pada Januari 2017