Lestarikan Budaya Pantun Minang Kabau
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUj9q9c0sOaDcTdzC2J5u_iiWK7lQWywbcPkDRjOqUugrdhXkVzNyYctmB4BqOovSUqz1lAUE_Q6PqStikR6X0bew14P1lL2vGOZOfugfLm0Xo4ea0vGBiLIWUH3p1EM1d4RtghcAAHOIz/s320/slider2-1680x720-1024x506.jpg)
Presiden pulang bawa kenangan, Kami ditinggal dapat harapan
Kalau boleh kami berangan-angan, Datanglah ke Padang Setiap bulan
Sebait pantun spontan ala Irwan Prayitno itu, sempat mengocok perut Presiden RI, Joko Widodo, ketika berlebaran di Masjid Raya Sumbar, tahun 2016 lalu. Persembahan berbagai pantun yang disajikan untuk Presiden kala itu, dianggap sebagai persembahan paling berkesan oleh Gubernur Sumbar dua periode ini.
Siapa nyana, Gubernur penggila motor trail ini mampu membukukan lebih dari 18.000 pantun dalam waktu dua tahun lebih.Konon, lima tahun pertama menjabat orang nomor satu di ranah Minang, Irwan Prayitno tidak pernah berpantun. Padahal, kala itu, banyak tokoh “merayunya” untuk berpantun. Diantaranya, Mantan Menteri Kominfo RI, Tifatul Sembiring yang setiap berkunjung ke Sumbar, selalumenggunakan berpantun, namun, Irwan tidak perpancing. Kini, justru tiada agenda yang luput dari wejangan pantun-pantun spontan ala profesor psikologi itu.
“Berpantun ini sejak saya kembali terpilih jadi Gubernur, tahun 2016 lalu,” kata Irwan Prayitno memulai perbincangannya dengan penulis, di rumah dinas Gubernur Sumbar, pada Kamis sore, 14 September 2017.
Berawal dari perbincangan melalui groupWhatshaps, ketika masa jeda kampanye tahun 2015. Setidaknya, 6 bulan lebih sebelum dilantik kembali tahun 2016. Nah, dalam kurun waktu itu, Irwan mengaku sering membaca kiriman WA dari group internal. Seperti group WA IP Badminton, IP band, IP-NA dan banyak lagi. Lalu, isi group tersebut semuanya orang Minang, terkadang, mereka bergurau hingga saling ledek menggunakan pantun.
Keseringan membuka WA, karena memang tidak disibukkan rutinitas padat seperti ketika menjabat Gubernur, Irwan mencoba membalas satu-persatu pantun-pantun yang masuk. “Nah, karena terbiasa, saya menjadi yang tercepat membalas pantun-pantun itu melalui WA. Bahkan, satu pantun kawan, saya bisa sepuluh,” terang IP begitu sapaan akrabnya.
Kebiasaan berpantun spontan ini lantas membuatnya kian percaya diri. Tidak terfikirkan gaya pantun sastra minang, gaya klasik, gaya lama dan sebagainya. Hanya berfikir, pantun yang dibuat pantun empat baris, ujungnya AB-AB atau AA-AA dan konsisten. Sedangkan bahasanya bercampur dari bahasa Minang maupun bahasa Indonesia. Begitulah rutinitas yang selalu dilewati selama masa jeda hingga pelantikan.
“12 Februari 2016, saya dilantik kembali menjadi Gubernur Sumbar. Nah, 13 Februari ketika sertijab dengan Pj Gubernur, saya mulai berpantun. Lalu, berlanjut sampai melantik Bupati/Walikota se Sumbar dan sampai hari ini, pantun terus setiap memberi sambutan,” beber Irwan Prayitno.
Pola pantun spontan IP ini juga beragam dan memiliki tahapan. Pertama-tama, awalnya hanya untuk sambutan terimakasih, selamat datang. Lama-kelamaan masuk ke isi atau konten, sehingga jadinya lengkap. “Jadi sekarang, pantun saya itu, ada 5 urutan. Mulai dari Pembukaan, penghormatan, pengantar, isi, dan penutup,” katanya.
Kegemaran Irwan berpantun-pantun dalam setiap agenda kegiatan saat ini, juga mendapat komentar banyak pihak. Ada yang menyebut, pola pantunya salah, tidak sesuai dengan tradisi pantun di Minangkabau. Namun, kondisi itu tidak digubris serius oleh Gubernur. Menurutnya, kegemarannya berpantun adalah sebuah kreatifitifas yang sekaligus mengajak generasi muda untuk melestarikan budaya pantun yang memang menjadi ciri khas Minangkabau.
“Saya juga bingung, dimana salahnya saya berpantun. Tapi, supaya aman dan tidak dikomentari negatif oranglain, saya bikin saja pantun spontan ala Irwan Prayitno. Judul ini keluar untuk mengamankan kreatifitas saya. Jadi, kalau ada yang bilang pantun saya tidak sesuai standard Minang dan sebagainya, saya bisa jawab, itu akan ala IP,” terangnya sambil terbahak.
Pantun itu bagian dari seni, dan seni selalu mengalami kemajuan sesuai kreasi. Kecuali, pidato pantun adat, yang jelas-jelas ada aturannya, sehingga tidak boleh sembarangan diganti dengan pola lain. Pantun saya kan untuk motivasi, komedi dan pesan pada oranglain,” kata Irwan yang tidak memilik guru spesialis untuk membuat pantun kecuali kawan-kawan dalam group WA.
Nah, dalam menyusun isi atau konten bait-bait pantun ini, Irwan juga selalu menyesuaikan dengan tema kegiatan yang akan dihadirinya. Biasanya, ia mengolah pantun setelah selesai shalat subuh, setelah ajudan memberikan daftar agenda yang akan disambanginya hari itu. Lantas, sambil menuju lokasi, IP memastikan siapa-siapa saja yang menghadiri acara, sehingga pantun yang disusun sesuai dengan daftar nama hadirin.
Sampai di lokasi, untuk membuat pantun spontan penghormatan, Irwan terlebih dulu memperhatikan hal yang paling menarik dari seluruh undangan. Misalnya, banyak yang berkacamata, memakai baju batik, baju merah dan sebagainya, pasti akan diulas dalam bait pantun penghormatan.
“Jadi, itu memang betul-betul spontan. Kalau sampai lama saya menunggu untuk memberikan sambutan, bisa sampai 60 pantun selesai. Satu lagi, pantun pengantar tidak bisa dipersiapkan dari rumah. Sebab, kita baru tahu kondisi setelah berada di lokasi,” beber suami Ny Nevi yang mengaku, tidak satupun pantunnya sama.
Menariknya lagi, kegemaran Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno berpantun di setiap kegiatan selama ini, diam-diam juga dinilai Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI). Bahkan, 18.000 pantun karya Profesor psikologi dianggap sebuah pencapai spektakuler, sekaligus menjadi sejarah dunia. Sehingga, MURI memberikan penghargaan pada Irwan dengan kategori Kepala Daerah pencipta pantun terbanyak di dunia. Piagam penghargaan itu diberikan bersamaan dengan final festival pantun spontan ala Irwan Prayitno, di Tugu Perdamaian, Muarolasak, Padang,pada 20 Agustus 2017 lalu.
"Jadi, penciptaan pantun yang sebegitu banyak, kami anggap sebagai kreatifitas luar biasa dari seorang Kepala Daerah. Apalagi, dengan seabrek tugas Gubernur, beliau masih saja produktif berpantun. Pantas kiranya, bapak Irwan mendapat penghargaan," kata Manager MURI, Andre Purwandono yang menyerahkan penghargaan pada Gubernur kala itu.
Selain rekor dunia MURI, pantun yang telah dibukukan Irwan Prayitno sebanyak 6 jilid itu, juga telah mendapat sertifikat hak cipta dari Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) yang diserahkan langsung oleh Kepala Kanwil Kemenkumham Sumbar, Dwi Prasetyo Santoso.
"Untuk mendapatkan hak cipta ini, Kemenkumham melakukan proses sertifikasi dahulu. Dimana, seluruh pantun Pak Irwan dikumpulkan dalam kurun waktu dua bulan sejak Juni 2017 hingga gelaran festival pantun hari ini. Kini, 6 jilid buku pantun yang telah diterbitkan Pak Irwan semuanya telah medapatkan hak cipta," ungkapnya.
Kendati demikian, Irwan mengaku, tidak akan pernah puas dengan pencapaian pantunya tersebut. Dengan kata lain, dia akan terus berkreasi untuk tetap berpantun demi melestarikan budaya Minang pada generasi yang akan datang. Dia pun selalu berpantun, namun tidak ketika rapat bertatap muka, melainkan saat berkomunikasi dan diskusi dengan OPD melalui group WA. “Kalau tidak ingin saya berpantun, tidak usah undang saya menghadiri kegiatan,” kelakar Irwan.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Taufik Effendi yang mendampingi Guberbur ketika wawancara juga mengatakan, pola pantun yang disajikan Gubernur tidak bisa dikritik. Sebab, itu adalah kreasi ala Irwan Prayitno sendiri. Sekaligus melatih otak berfikir cepat dan kreatif, tanpa merusak tatanan kelaziman pantun. “Pantun itu kan ada nasihat, jenaka, remaja, bersajak berima, bersajak AB-AB, AA-BB, dan ada juga yang bilang pantun punya mahzab. Padahal, inti pantun adalah kreativitas. Pantun Gubernur dalam rima (sampiran) sudah ada isinya,” terang Taufik.
Lebih dari itu, kegemaran Irwan berpantun juga sebagai hal positif dalam membudayakan tradisi pantun kembali di Minangkabau, dan Gubernur memulai dari diri sendiri. Bahkan, ketika diselenggarakan lomba pantun ala Irwan Prayitno, bulan lalu, antusias siswa SMA/Sederajat di Sumbar sangat di luar dugaan. Jumlah pesertanyapun mencapai 871 orang, dengan total kiriman 9.000 pantun. “Ini kan suatu yang baik terhadap kreasi generasi,” kata TE begitu Kadis ini akrap disapa.
Tak hanya itu, Pemprov Sumbar sendiri melalui Dinas Kebudayaan juga tengah berjuang dan mengusulkan pada Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, untuk mengajukan pantun sebagai warisan budaya tak benda kepada UNESCO. “Kementerian sudah mendukung, mudah-mudahan terwujud,” kata Taufik.
Minang Asli, Lahir di Yogyakarta
Di sisi lain, nama Irwan Prayitno yang akrab dengan nama Jawa juga menimbulkan pertanyaan masyarakat. Bahkan, banyak yang mengira, jika Irwan berasal dari Jawa. Padahal, jelas-jelas Gubernur Sumbar ini berdarah Minang dari pasangan H Djamrul Djamal dengan Hj Sudarni Sayuti, tumbuh dan besar di Kota Padang.
Irwan mengatakan, nama itu diberikan orangtuanya karena memang ia lahir di Yokgyakarta, tahun 1963 silam. Kala itu, orangtuanya menjadi mahasiswa di PTAIN Yogyakarta. Nah, tahun itu, baru selesainya PRRI. Entah apa sebabnya, ada kecenderungan saat itu, nama-nama orang Minang dibumbui dengan nama Jawa. “Saya SMP dan SMA di Padang, kawan-kawan saya yang lahir di sini, juga banyak nama Jawa. Padahal, minang asli,” katanya.
Ada juga yang beranggapan, menggunakan nama Jawa di belakang nama salah satu cara untuk cepat memperoleh pekerjaan pada masa itu. Namun, orangtuanya tidak memberikan jawaban tersebut. “Jawab orangtua saya sederhana saja, nama Prayitno itu adalah kenangan, jika kami pernah menetap di Yogya. Ditanyakanlah oleh orangtua pada kawannya di sana yang kebetulan orang Yogya, apa nama yang bagus untuk anak laki-laki, disematkanlah Prayitno ini,” tutupnya. (Riki Chandra)
0 Komentar
Silahkan komentari dengan santun..