Sastrawan Minangkabau dan Buyutnya Irjen Pol Boy Rafli Amar

TK Islam Terpadu dibawah naungan Yamando yang merupakan singkatan dari "Yayasan Haji Aman Datuak Majdo Indo di Nagari Sirukam, Kecamatan Payungsekaki, kabupaten Solok, Sumbar

Mayoritas generasi 70 hingga 80-an mengenal sosok "Si Dul Anak Betawi" yang filmnya sempat berjaya kala itu, sekaligus melambungkan nama aktor Rano Karno. Namun, tak banyak yang tahu, jika penulis novel yang aslinya berjudul "Si Dul Anak Jakarta" itu adalah putra Minangkabau yang lahir di Nagari Supayang, Kecamatan Payungsekaki, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar).
Konon, selentingan pesan berantai dari mulut ke mulut menyebutkan, kediaman maestro hikayat itu kini dijadikan pustaka baca. Hal inilah yang membuat penasaran, sekaligus ingin mengenal sosok Aman Dt Madjo Indo. Siang itu, Kamis pertengahan 2017, penulis mencoba meyusuri keberadaan rumah yang konon tempat dimana sastrawan kelahiran 5 Maret Tahun 1896 itu menghabiskan masa tuanya hingga menghembuskan nafas terakhir.
Anehnya, mayoritas masyarakat Sirukam tidak tau dengan Pustaka baca yang konon didirikan anak-cucu Aman Dt Madjo Indo. "Pengarang Si Dul Anak Betawi memang orang sini. Tapi, kalau soal pustaka, saya tidak tahu. Coba saja lihat ke rumahnya," kata seorang warga dipinggir jalan masuk Nagari Sirukam yang semakin membuat penasaran.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari lintas Kota Solok, sampailah di kawasan Pasar Nagari. Tepatnya di Jorong Gantiang, Nagari Sirukam, Kecamatan Payungsekaki. Hanya saja, yang dijumpai bukanlah Pustaka, melainkan sebuah TK Islam Terpadu dibawah naungan Yamando yang merupakan singkatan dari "Yayasan Haji Aman Datuak Majdo Indo". "Pustaka tidak ada lagi, hanya TK yang masih aktif," terang Kepala TK Islam Yamando, Prihatma Dewi memulai perbincangan dengan penulis.
Menurut Dewi yang sekaligus penanggungjawab Yayasan tersebut, dulunya di rumah yang kini dijadikan pusat pendidikan Paud/TK Islam itu memang terdapat ratusan buku. Baik buku karangan almarhum, maupun karangan sastrawan Indonesia lainnya. "Saat ada pustaka, banyak peminjaman yang tidak mengembalikan buku. Makanya ditutup. Sebagian karya Aman Dt Madjo Indo juga dibawa ahli warisnya ke Jakarta," terang Dewi yang masih berhubungan kerabat dengan Dt Madjo Indo tersebut.
Di rumah itu, Dewi memperlihatkan beberapa karya Aman yang masih utuh. Diantaranya, Si Dul Anak Jakarta, Si Cebol Rindukan Bulan, Cindur Mata, Kuntum Melati dan beberapa buku lainnya. Beberapa foto lama juga terpajang rapi di dinding ruangan itu. Mulai dari fhoto Aman Dt Madjo Indo. Anak dan menantunya plus 10 orang cucunya.
"Anak beliau hanya 1 orang. Cucunya banyak, termasuk ayah dari dari pak Boy Rafli Amar yang merupakan cucu kedua dari Aman Dt Madjo Indo," terang Dewi.
Selain itu, Dewi juga menunjukkan makam Aman Dt Madjo Indo yang persis berada disebelah rumah tersebut dan baru saja dipugar oleh cicitnya Irjen Pol Boy Rafli Amar beberapa tahun lalu.

Sejumlah karya Aman Dt Madjo di Indo yang masih tersimpan di TK Amando Nagari Supayang





Lahirnya TK ini merupakan wujud dari cita-cita Aman Dt Madjo Indo sendiri yang berpesan pada cucu pertamanya Hj Siti Saminar (alm). "Beliau ingin rumah ini jadi ladang ilmu, dan berdirilah TK ini sejak tahun 2002 lalu," terangnya.
Hanya saja, sebagai sastrawan, kurang lengkap rasanya, jika rumah tersebut tidak memiliki pustaka. Apalagi, sepanjang hidupnya, Aman Dt Madjo Indo telah melahirkan sekitar 54 karya sastra. Bahkan hingga kini, masih ada sekitar 20 judul buku yang terus dicetak ulang oleh Balai Pustaka, seperti hikayat Cindua Mato, Si dul Anak Jakarta, Kuntum Melati, Si Cebol Merindukan Bulan dan sebagainya. "Yang ada di rumah ini, cuma tinggal 5 buku karyanya. Selebihnya, sudah dibawa ke Jakarta," terang Dewi.
Dewi berharap, di rumah tersebut kembali hadir sebuah pustaka. Paling tidak, menampilkan karya-karya Aman Dt Madjo Indo. Sehingga, mampu memberikan motivasi pada generasi berikutnya. "Beliau penulis hebat, tapi tidak dikenal dikampung sendiri. Rencananya, kalau ada biaya, ketua Yayasan yang juga cicit beliau, M Chandra Farid akan mewujudkan cita-cita pendirian pustaka. Tapi, belum tahu kapan akan di mulai," terangnya.
Penulis bersama rekan Syafriadi Ajo dan Fernandes Chapunk saat bertandang ke TK Amando












Pulang Kampung dan Wafat di Sirukam
Semasa hidup, Aman Dt Madjoindo dikenal sebagai sosok yang sangat peduli dengan dunia pendidikan baik pendidikan formal maupun Non Formal. Beliau juga seorang guru Al-quran dan sering mengajar anak-anak mengaji baik dirumah maupun di Surau.
Aman pernah mengenyam pendidikan Kweekschool (Sekolah Raja) di Bukittinggi Dan mendapat dan menamatkan HIS di Solok dan mendapat Diploma Klien Ambtenaar. Tahun 1919, beliau sempat menjadi guru di Kota Padang.
"Setahun kemudian beliau hijrah ke Jakarta dan bekerja di Balai Pustaka sebagai korektor selama lebih kurang 12 tahun dan diangkat menjadi Redaktur pada tahun 1932 hingga pensiun," terang Dewi mencoba mengupas sedikit sosok Aman Dt Madjo Indo.
Tahun 1964, usai menunaikan ibadah haji bersama sang istri, Aman kembali ke kampung kelahiran sang istri di Jorong Gantiang, Nagari Sirukam Kabupaten Solok. Nagari Sirukam sendiri hanya berjarak lebih kurang 3 Km dari tanah kelahirannya di Nagari Supayang.


Lima tahun di Sirukam, membuat Aman tak kuasa membendung rindu dengan anak dan istri. Beliau lantas berangkat ke Jakarta untuk melepaskan rindu dengan keluarga.
"Namun sekembali beliau dari Jakarta, tepat tanggal 6 Desember 1969 beliau menghembuskan nafas terakhir di Nagari Sirukam dan dimakamkan disamping kediaman beliau," cerita Dewi. (Riki Chandra)
Catatan: Tulisan ini pernah dimuat di Padang Ekspres pada Maret 2017